Hidup terasa hambar dan datar tanpa humor dan
canda bagaikan masakan tanpa garam. Namun hanya dalam kadar kuantitas, kualitas
dan penyajian tertentu akan menjadi penyedap kehidupan. Suatu kali Imam Al
Ghazali melontarkan 6 pertanyaan kepada murid-muridnya yang hadir dalam majelis
ta’limnya. Salah satunya adalah: Benda apa yang paling tajam di dunia ini?.
Beragam jawaban muncul dari murid-murid beliau. Pisau, silet, sampai pedang.
Imam Al Ghazali menanggapi jawaban murid-muridnya tersebut. “Betul, semua benda
yang kalian sebutkan itu tajam. Tapi ada yang lebih tajam dari itu semua. Yaitu
LIDAH”.
Allah Subhanahu wa ta’ala. berfirman,
Artinya: “Dan sesungguhnya Dia-lah yang membuat orang tertawa dan
menangis” [QS. An-Najm: 43]
Menurut Ibnu ‘Abbas, berdasarkan ayat ini, canda
dengan sesuatu yang baik adalah mubah (boleh). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam. pun sesekali juga bercanda, tetapi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam. tidak pernah berkata kecuali yang benar. Imam Ibnu Hajar al-Asqalany
menjelaskan ayat di atas bahwa Allah subhanahu wa ta’ala. telah menciptakan
dalam diri manusia tertawa dan menangis. Karena itu silakanlah Anda tertawa dan
menangis, namun tawa dan tangis kita harus sesuai dengan aturan Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan,
para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau
juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.”
[HR. Imam Ahmad]
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian
banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” [HR.
At-Tirmizi no. 2227, Ibnu Majah no. 4183, dan
dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7435]
Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, bahwa dia berkata: “Saya tidak pernah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan
tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.” [HR.
Al-Bukhari no. 6092 & Muslim no. 1497]
Ada beberapa kaidah dalam bercanda :
- Tidak menjadikan simbol-simbol Islam (tauhid, risalah, wahyu dan dien) sebagai bahan gurauan. Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” [QS. At-Taubah:65]
- Jangan menjadikan kebohongan dan mengada-ada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa, seperti tren April Mop di masa sekarang ini. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Hakim]
- Jangan mengandung penghinaan, meremehkan dan merendahkan orang lain, kecuali yang bersangkutan mengizinkannya. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain., karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan); dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk gelar ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman..” [QS. al-Hujurat:11]. “Cukuplah keburukan bagi seseorang yang menghina saudaranya sesama muslim.” [HR. Muslim]
- Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang muslim. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Tidak halal bagi seseorang menakut-nakuti sesama muslim lainnya.” [HR. Ath-Thabrani]. “Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil barang saudaranya, baik dengan maksud bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” [HR. Tirmidzi]
- Jangan bergurau untuk urusan yang serius dan jangan tertawa dalam urusan yang seharusnya menangis. Tiap-tiap sesuatu ada tempatnya, tiap-tiap kondisi ada (cara dan macam) perkataannya sendiri. Allah mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengarkan Al-Qur’an padahal seharusnya mereka menangis, lalu firman-Nya: “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melengahkannya.” [QS. An-Najm:59-61]. Hendaklah gurauan itu dalam batas-batas yang diterima akal, sederhana dan seimbang, dapat diterima oleh fitrah yang sehat, diridhai akal yang lurus dan cocok dengan tata kehidupan masyarakat yang positif dan kreatif.
- Islam tidak menyukai sifat berlebihan dan keterlaluan dalam segala hal, meskipun dalam urusan ibadah sekalipun. Dalam hal hiburan ini Rasulullah memberikan batasan dalam sabdanya; “Janganlah kamu banyak tertawa, karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” [HR. Tirmidzi]. “Berilah humor dalam perkataan dengan ukuran seperti Anda memberi garam dalam makanan.” (Ali ra.). “Sederhanalah engkau dalam bergurau, karena berlebihan dalam bergurau itu dapat menghilangkan harga diri dan menyebabkan orang-orang bodoh berani kepadamu, tetapi meninggalkan bergurau akan menjadikan kakunya persahabatan dan sepinya pergaulan.” (Sa’id bin Ash).
Bagaimanakah Humor dan Canda ala Rasulullah
SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
Beberapa riwayat humor dan canda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. berikut semoga dapat menjadi inspirasi humor yang
sehat, cerdas, positif dan menyegarkan :
Seseorang sahabat mendatangi Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam, dan dia meminta agar Rasulullah SHALALLAHU ‘ALAIHI
WASALLAM membantunya mencari unta untuk memindahkan barang-barangnya.
Rasulullah berkata: “Kalau begitu kamu pindahkan barang-barangmu itu ke anak
unta di seberang sana”. Sahabat bingung bagaimana mungkin seekor anak unta
dapat memikul beban yang berat. “Ya Rasulullah, apakah tidak ada unta dewasa
yang sekiranya sanggup memikul barang-barangku ini?” Rasulullah menjawab, “Aku
tidak bilang anak unta itu masih kecil, yang jelas dia adalah anak unta. Tidak
mungkin seekor anak unta lahir dari ibu selain unta” Sahabat tersenyum dan
dia-pun mengerti canda Rasulullah. [Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud &
At Tirmidzi. Sanad sahih]
Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah:
“Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?”
Rasulullah menjawab: “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”.
Perempuan itu menangis mengingat nasibnya Kemudian Rasulullah menjelaskan
mengutip salah satu firman Allah di surat Al Waaqi’ah ayat 35-37 “Sesungguhnya
Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan
mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. [Riwayat
At Tirmidzi, hadits hasan]
Seorang sahabat bernama Zahir, dia agak lemah
daya pikirannya. Namun Rasulullah mencintainya, begitu juga Zahir. Zahir ini
sering menyendiri menghabiskan hari-harinya di gurun pasir. Sehingga, kata
Rasulullah, “Zahir ini adalah lelaki padang pasir, dan kita semua tinggal di
kotanya”. Suatu hari ketika Rasulullah sedang ke pasar, dia melihat Zahir
sedang berdiri melihat barang-barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluk
Zahir dari belakang dengan erat. Zahir: “Heii……siapa ini?? lepaskan aku!!!”,
Zahir memberontak dan menoleh ke belakang, ternyata yang memeluknya Rasulullah.
Zahir-pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan
Rasulullah. Rasulullah berkata: “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli
budak ini??” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai di pandangan mereka”
Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli
Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin mengeratkan tubuhnya dan merasa
damai di pelukan Rasulullah. [Riwayat Imam Ahmad dari Anas ra]
Suatu ketika,
Rasulullah SAW bersama para sahabat sedang berbuka puasa. Buah kurma terhidang
di depan mereka. Setiap kali mereka makan kurma, biji- biji sisanya mereka
sisihkan di tempatnya masing- masing. Beberapa saat kemudian, Ali menyadari
bahwa dia memakan cukup banyak kurma. Jelas saja, biji-biji kurma yang ada di
tempatnya menumpuk lebih banyak di bandingkan sahabat yang lain. Muncul
keisengan Sahabat Ali. Diam-diam dia memindahkan biji kurma miliknya ke tempat
biji kurma milik Rasul. Saat semua biji kurma sudah berpindah tempat, Ali
menggoda Rasul.
"Wahai Rasululloh tampaknya
engkau begitu lapar nian. Sampai-sampai engkau makan kurma begitu banyak. Lihatlah
biji kurma di tempatmu menumpuk begitu banyak." Bukannya terkejut atau
marah, sambil tersenyum Nabi membalas keisengan Ali. "Ah bukannya engkau
yang sangat lapar sekali Ali, Lihat saja, sampai-sampai engkau makan kurma berikut
bijinya. Lihatlah, tak ada biji tersisa di depanmu."
Aisyah RA berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah
SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM dalam suatu perjalanan, saat itu tubuhku masih
ramping. Beliau lalu berkata kepada para sahabat beliau, ”Silakan kalian
berjalan duluan!” Para sahabat pun berjalan duluan semua, kemudian beliau
berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Aku pun menyambut ajakan beliau dan
ternyata aku dapat mendahului beliau dalam berlari. Beberapa waktu setelah
kejadian itu dalam sebuah riwayat disebutkan: ”Beliau lama tidak mengajakku
bepergian sampai tubuhku gemuk dan aku lupa akan kejadian itu.”-suatu ketika
aku bepergian lagi bersama beliau. Beliau pun berkata kepada para sahabatnya.
“Silakan kalian berjalan duluan.” Para sahabat pun kemudian berjalan lebih
dulu. kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Saat itu aku
sudah lupa terhadap kemenanganku pada waktu yang lalu dan kini badanku sudah
gemuk. Aku berkata, “Bagaimana aku dapat mendahului engkau, wahai Rasulullah,
sedangkan keadaanku seperti ini?” Beliau berkata, “Marilah kita mulai.” Aku pun
melayani ajakan berlomba dan ternyata beliau mendahului aku. Beliau tertawa
seraya berkata, ” Ini untuk menebus kekalahanku dalam lomba yang dulu.” [HR.
Ahmad & Abu Dawud]
Rasulullah SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM juga
pernah bercanda kepada ‘Aisyah, “Aku tahu saat kamu senang kepadaku dan saat
kamu marah kepadaku.” Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahuinya?” Beliau
menjawab, ” Kalau engkau sedang senang kepadaku, engkau akan mengatakan dalam
sumpahmu “Tidak, demi Tuhan Muhammad” Akan tetapi jika engkau sedang marah,
engkau akan bersumpah, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim!”. Aisyah pun menjawab,
“Benar, tapi demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan meninggalkan, kecuali
namamu saja” [HR Bukhari & Muslim] Wallahu’alam
Bisshawab. Wabillahit Taufiq Wal Hidayah.
0 komentar:
Posting Komentar