Menurut mereka (non muslim), kalau kita ingin mengkonsumsi daging
binatang ternak, maka haruslah dengan cara yang baik, tidak dengan
menyiksa atau menganiaya ternak semacam itu. Cara yang terbaik, menurut
mereka, adalah dengan memingsankan ternak terlebih dahulu, untuk
selanjutnya disembelih setelah tidak sadar (pingsan). Pemingsanan dapat
dilakukan dengan berbagai alat pemingsan, seperti : stunning gun,
pembiusan, atau menggunakan arus listrik. Setelah pingsan, hewan
tersebut tidak akan merasa kesakitan. Cara seperti ini mereka yakini
sebagai cara yang terbaik, karena hewan tidak meronta-ronta, tidak
nampak kesakitan, tidak nampak teraniaya, dan ‘sepertinya’ tidak
merasakan sakit (karena telah pingsan).
Metode pemingsanan yang dikatakan terbaik yang sering mereka lakukan
adalah dengan cara memukul bagian tertentu di kepala ternak dengan
kecepatan tertentu dan beban tertentu. Alat yang dipakai untuk membuat
pingsan adalah Captive Bolt Pistol (CBP). Cara inilah yang mereka klaim
sebagai cara terbaik dan paling manusiawi. Selain itu, cara ini dapat
melindungi pekerja dari kemungkinan kecelakaan.
Begitulah tuduhan dan hujatan mereka, dan nampaknya sangat sulit bagi
kita untuk ‘membela diri’. Bahkan mungkin kita pun tidak bisa mengelak,
atau bahkan mungkin sebagian dari kita malah membenarkan tuduhan
tersebut! Na’udzu billaahi min dzaalika!
Lalu, bagaimana cara menyikapinya? Menolak tanpa bisa memberi argumen
(bantahan) atau menerima dengan setengah hati? Sebegitu-sulitkah kita
meyakinkan diri bahwa Syari’at Islam adalah syari’at yang terbaik?
Ingatlah akan firman Allah Swt. dalam QS. Al Baqoroh (2) : 120 yang
artinya : “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan
pernah rela, hingga kamu mengikuti millah (keinginan) mereka…!”
Secara nyata dalam ayat tersebut Allah tegaskan bahwa orang-orang
Barat (terutama Yahudi dan Nashrani) selalu mencari-cari peluang dan
kelemahan Islam. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menjatuhkan wibawa
(izzah) Islam. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengalahkan Islam.
Apabila kita terlena, maka sangatlah mungkin kita terbawa. Untuk itu,
marilah kita berdo’a, berikhtiar, serta bertawakkal kepada Allah untuk
menjawab masalah ini. Begitulah Kanjeng Nabi SAW. menuntun kita.
Subhaanallah, di tengah-tengah kegundahan umat Islam, dengan sengaja
Allah Swt. telah kirimkan jawabannya. Allah Swt. mengutus 2 orang staf
ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkenal di
Jerman. Beliau berdua adalah Prof. Dr. Schultz dan koleganya, Dr.
Hazim. Berdua beliau memimpin suatu tim penelitian yang terstruktur
untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih manusiawi dan paling tidak
sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam (tanpa proses pemingsan-an),
atau penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan).
Beliau berdua merancang penelitian sangat canggih mempergunakan
sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak
kecil sapi-sapi tersebut dipasang elektroda tertentu (microchip) yang
disebut Electro-Encephalograph (EEG). EEG dipasang pada permukaan otak
yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat ini
dipakai untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika
disembelih. Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang
Electro-Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah
keluar.
Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan
ECG (yang telah terpasang) beberapa pekan. Setelah masa adaptasi
dianggap cukup, separuh sapi disembelih secara Syari’at Islam dan
separuh sisanya disembelih secara Metode Barat.
Syari’at Islam menuntunkan penyembelihan dilakukan dengan menggunakan
pisau yang sangat tajam dengan memotong 3 saluran pada leher bagian
depan (saluran makanan, saluran nafas, serta 2 saluran pembuluh darah,
yaitu : arteri karotis dan vena jugularis). Syari’at Islam tidak
merekomendasikan pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat (Western Method)
mengajarkan ternak dipingsankan dahulu sebelum disembelih.
Selama penelitian, grafik EEG dan ECG pada seluruh ternak dicatat
untuk merekam keadaan otak dan jantung semenjak sebelum pemingsanan
(atau penyembelihan) hingga hewan ternak benar-benar mati. Nah, hasil
penelitian inilah yang kita tunggu-tunggu!
Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman adalah sebagai berikut :
Penyembelihan menurut Tuntunan Syari’at Islam
Pertama, pada 3 detik pertama setelah disembelih (dan ketiga saluran
pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat bahwa tidak ada
perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama
setelah disembelih tidak ada indikasi rasa sakit.
Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya
penurunan grafik secara gradual (bertahap) yang sangat mirip dengan
kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi tersebut
unconsciousness (benar-benar kehilangan kesadaran). Pada saat tersebut,
tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.
Ketiga, setelah 6 detik pertama tersebut, ECG merekam adanya
aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah
dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan
refleks gerakan koordinasi antara otak kecil dan jantung melalui sumsum
tulang belakang (spinal cord). Subhaanallah, pada saat darah keluar
melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher, grafik EEG tidak
naik, tapi justeru drop sampai ke zero – level (angka nol). Kedua ahli
tersebut menterjemahkan sebagai : “No feeling of pain at all!” (tidak
ada rasa sakit sama sekali!) Allaahu Akbar! Walillaahil hamdu!
Keempat, oleh karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar
tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat)
yang layak dikonsumsi oleh manusia. Jenis daging semacam ini diyakini
sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) yang
menghasilkan Healthy Food.
Penyembelihan ala Barat (Western Method)
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi
terhuyung jatuh dan collaps (pingsan). Sapi tidak bergerak-gerak lagi
sehingga sangat mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat dengan
mudah disembelih, tanpa meronta-ronta, dan (nampaknya) tanpa rasa sakit.
Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit (tidak sebanyak
bila disembelih tanpa proses stunning).
Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan
yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal tersebut mengindikasikan adanya
tekanan rasa sakit diderita oleh ternak segera setelah kepalanya
dipukul.
Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG
yang drop sampai batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya
peningkatan rasa sakit yang luar biasa sehingga jantung berhenti
berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk
menjalankan tugas menarik darah dari seluruh bagian organ tubuh, serta
tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
Keempat, oleh karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar
tubuh secara maksimal, maka dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak
sehat), sehingga tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam
khasanah ilmu dan teknologi daging (dipelajari di Fak. Peternakan UGM),
bahwa timbunan darah (yang tidak sempat keluar pada saat ternak mati/
disembelih) merupakan tempat yang sangat ideal bagi tumbuh kembangnya
bakteri pembusuk yang merupakan agen utama perusak kualitas daging.
Maha Suci Allah! Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak
disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda
dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah jamak menjadi
keyakinan kita bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang
terluka pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Lebih-lebih yang terluka
adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!
Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim berhasil membuktikan
bahwa pisau yang mengiris leher (ref. Syari’at Islam) tidaklah
‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Beliau berdua menyimpulkan bahwa ekspresi
sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah akibat rasa sakit,
tetapi hanyalah ekspresi ‘keterkejutan saraf dan otot’ saja (yaitu pada
saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Tentunya,
hal ini tidak terlalu sulit dijelaskan (grafik EEG tidak menunjukkan
adanya rasa sakit).
Apabila telah disembelih, tetapi sapi tidak segera mati, bolehkah kita menusuk jantungnya?
Semestinya, pantang bagi seorang muslim untuk menusuk jantung setelah
sapi disembelih. Biarkan saja jantung menjalankan tugasnya memompa
darah keluar tubuh. Semakin lama jantung memompa darah, maka semakin
banyak darah dipompa keluar. Semakin sedikit timbunan darah dalam
daging, maka dagingnya menjadi semakin awet.
Hasil penelitian Blackmore (1984), Daly et al. (1988), Blackman et
al. (1985), dan Anil et al. (1995) di 4 negara yang berbeda membuktikan
bahwa setelah disembelih, sapi memerlukan waktu lebih lama untuk
benar-benar mati. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran tubuh sapi yang
lebih besar dibandingkan kambing, domba, rusa, ayam, dll. Untuk itu,
sebaiknya kita menunda hingga sapi benar-benar mati dan tidak perlu
menusuk jantungnya. Bila kita menusuk jantungnya, maka jantung akan
sobek dan kehilangan fungsinya untuk memompa darah, sehingga darah tidak
dapat maksimal terpompa keluar tubuh. Selain itu, sobeknya jantung
diduga akan menimbulkan kejutan rasa sakit yang amat sangat bagi hewan
ternak yang bersangkutan.
Sumber : muslim-menjawab.com
0 komentar:
Posting Komentar